helmet-of-peaceKalau bisa diberi tema, maka mungkin tema yang cocok untuk tahun 2008 adalah tahun  krisis.  Krisis BBM dan pangan yang sempat merebak di awal sampai pertengahan tahun, ditutup dengan gong krisis ekonomi global yang tidak sekadar memporak-porandakan struktur ekonomi dunia tapi juga merembet dan menciptakan krisis-krisis di sektor kehidupan yang lain.  Tahun ini (2009) kita juga dibuat was-was dengan konstelasi politik yang makin memanas jelang PEMILU legislatif dan Presiden, sebab fakta rusuh PILKADA di beberapa propinsi dan kabupaten tidak bisa dianggap perkara sepele. Yang paling merasakan imbasnya tentu rakyat kecil dan miskin yang makin hari makin bertambah banyak dan makin sedikit mendapatkan akses terhadap rasa keadilan yang menyejahterakan.  Kita tentunya bertanya-tanya mengapa Tuhan menempatkan kita untuk hidup di zaman yang serba sulit dan mengerikan seperti sekarang ini?

 

Kalau kita mau sebentar melihat sejarah maka sebenarnya keadaan dunia pada masa Yesus tidaklah sebaik saat ini.  Kondisi dunia saat itu bahkan mungkin jauh lebih buruk dan jauh lebih mengerikan.  Perlu diperhatikan saat itu belum ada badan dunia semacam PBB yang dapat mencegah timbulnya tindakan-tindakan pendzoliman satu negara terhadap negara lain; menciptakan dan mendorong perdamaian dunia.  Universal Declaration of Human Rights (Pernyataan Universal tentang HAM) yang menjamin hak-hak semua manusia secara setara sejak ia dilahirkan tanpa memandang SARA pun belum terbit.  Belum ada UU KDRT dan perlindungan anak yang menjamin kesetaraan gender dan mencegah tindakan anarkis kaum berkuasa terhadap kaum lemah. 

 

Pada zaman Yesus kondisi ekonomi di Palestina sangat buruk. 90 persen masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan karena bekerja sebagai buruh kasar dan hanya sekelompok kecil  kaum elit menikmati kekayaan yang melimpah karena koneksi tingkat tinggi dengan politik (termasuk para imam Saduki di Bait Allah).  Belum lagi sistem cukai yang begitu korup, sangat mencekik hidup mayoritas rakyat jelata (ibrani: ‘am ha eretz) saat itu. Saat itu dunia dipimpin oleh Kerajaan yang (mungkin) paling besar sekaligus paling kejam sepanjang sejarah dunia, Roma. Para raja wilayah pun tidak kalah bengisnya.  Herodes Agung, si psikopat gila hormat dan suka negatif thinking ini tega membunuh 2 dari 10 istrinya, setidaknya 3 anak laki-lakinya tewas di tangannya, juga seorang ipar dan kakek seorang isterinya tewas dibantainya.  Bahkan ketika ia tahu bahwa menjelang ia mangkat banyak orang akan bersukacita atas kematiannya (karena bebas dari pemerintah tirannya), ia memerintahkan anggotanya untuk menangkap para pemimpin orang Yahudi saat itu dan membantai mereka di tempat umum.  Ia memang tahu bahwa tidak akan ada orang yang berduka atas kematiannya tapi  ingin supaya ada orang yang berduka pada saat ia mati, karena itulah ia melakukan tindakan gila ini.  Dalam Matius 2 kita juga tahu bahwa akhirnya Tuhan dan kedua orang tua jasmaniahnya pun terancam oleh raja gila ini! 

 

Tetapi menarik untuk memperhatikan apa yang dicatat Galatia 4:4, “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat.” Kami suka dengan terjemahan LAI BIS, “Tetapi pada saatnya yang tepat, Allah mengutus Anak-Nya ke dunia. Anak-Nya itu dilahirkan oleh seorang wanita dan hidup di bawah kekuasaan hukum agama.”  Ada yang agak janggal di sini.  Kalimat awal yang menegaskan keterangan waktu tesebut menunjukkan bahwa Allah justru mengirimkan Anak-Nya yang tunggal, yang sangat dikasihi-Nya (Yoh. 1:14, 18; 3:18; 3:35; 5:20) dalam situasi yang paling sulit dan mungkin paling berat dalam sepanjang sejarah umat manusia, dan itu adalah waktu yang paling tepat!  Ya, seperti-Nya Allah sengaja menempatkan Anak-Nya dalam situasi yang sulit dan tidak mudah. Mengapa? Kami tertarik dengan ayat yang sangat terkenal dari Matius 20:28 yang menurut kami merupakan inti dari Injil Matius, “sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”  Ya, Sang Kristus justru hadir dalam krisis sebab di sanalah banyak orang yang perlu dibebaskan, dimerdekakan, dipulihkan, disembuhkan dan mendengar kabar baik bahwa Allah tetap peduli dan mengasihi mereka (Luk. 4:18-19). 

 

Bagaimana dengan kita sebagai orang-orang yang terpanggil melayani Dia?  Kami teringat dengan Yohanes 12:26, “Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa.”  Ya, kalau di atas telah kita lihat bagaimana Bapa sengaja menempatkan Yesus di tengah krisis maka lewat ayat ini maka tampaknya Yesus pun sengaja ingin kita berada di tempat-tempat krisis.  Artinya, jika kita ingin melayani Dia, kita harus ikut ke mana pun Ia memimpin kita dan di tempat Dia berada (yang tentunya adalah tempat-tempat di mana krisis ada), di sana pulalah kita harus berada! Jadi, dalam masa krisis ada kebenaran paradoksal yang termuat.  Memang masa ini adalah masa yang sangat sulit dan membuat kita was-was namun masa krisis juga sekaligus merupakan “kesempatan emas” membawa dunia mengenal dan melihat Allah yang mengasihinya.  Selamat memasuki krisis dan selamat masuk dalam pelayanan yang sebenarnya. Selamat Tahun Baru, Tuhan memberkati kita!

 

 

 

 

Cor Meum Tibi Offero Domine,

Prompte et Sincere[1]


[1]Doa John Calvin yang artinya: “Kepada-Mu, Tuhan, kupersembahkan hatiku, dengan tepat dan tulus.”

Tinggalkan komentar